Minggu, 16 Desember 2007

Rekayasa Genetik Zebra (Brachydanio rerio) Fluoresens

“Ikan zebra (Brachydanio rerio) berfluoresens pertama hasil rekayasa genetika berhasil dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mendeteksi adanya polutan, bahkan mulai dipasarkan sebagai binatang peliharaan.”

zebra.jpg

Cuplikan informasi tersebut hanyalah salah satu contoh bagaimana teknologi DNA telah meluncurkan revolusi dalam bidang bioteknologi, yakni teknologi rekayasa genetika. Keberhasilan ini tentunya membawa angin segar dan kontribusi yang sangat besar, terutama dalam bidang rekayasa genetika ikan dan akuakultur karena selain bermanfaat bagi penelitian dasar juga dapat ditujukan untuk penggunaan komersial.

Rekayasa genetika atau genetic engineering pada dasarnya adalah seperangkat teknik yang dilakukan untuk memanipulasi komponen genetik, yakni DNA genom atau gen yang dapat dilakukan dalam satu sel atau organisme, bahkan dari satu organisme ke organisme lain yang berbeda jenisnya. Dalam upaya melakukan rekayasa genetika, para ilmuwan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Sementara organisme yang dimanipulasi dengan menggunakan teknik DNA rekombinan disebut genetically modified organism (GMO) yang memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan organisme asalnya. Seiring dengan kemajuan biologi molekuler sekarang ini memungkinkan ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies karena DNA mudah diekstraksi dari sel-sel. Kemudian disusunlah suatu konstruksi molekuler yang dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA yang telah mengalami penyusunan molekuler dinamakan DNA rekombinan sedangkan gen yang diisolasi dengan metode tersebut dinamakan gen yang diklon.

Semenjak ditemukannya struktur DNA oleh Watson dan Crick (1953), kemudian mulai berkembanglah teknologi rekayasa genetika pada tahun 1970-an dengan tujuan untuk membantu menciptakan produk dan organisme baru yang bermanfaat. Sejarah membuktikan bahwa teknik rekayasa genetika terus-menerus mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari metode-metode sebelumnya. Awal mulanya digunakan teknik konservatif yang dipelopori oleh Gregor Mendel dalam proses perkawinan silang (breeding) untuk mendapatkan bibit unggul yang bersifat hibrid. Proses ini memakan waktu lama dan memiliki kekurangan, yakni muncul sifat yang tak dinginkan dari tanaman atau hewan tetuanya. Sampai akhirnya lahirlah rekayasa genetika modern menggunakan teknologi DNA rekombinan. Rekombinasi dilakukan secara in vitro (di luar sel organisme), sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi gen-gen spesifik dan memindahkannya di antara organisme yang berbeda seperti bakteri, tumbuhan dan hewan ataupun dapat mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu cepat.

Sejak dimulainya perkembangan rekayasa genetika, beberapa teknik terus diperbaiki dan ditingkatkan dalam rangka menuju teknologi DNA rekombinan yang lebih maju. Teknik-teknik yang telah dikembangkan tersebut antara lain: (1) poliploidisasi, (2) androgenesis dan (3) ginogenesis. (4) kloning, (5) chimeras, serta (6) transgenik.

Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan rekayasa genetika atau teknologi DNA rekombinan sebagai berikut:

1. Isolasi DNA yang mengandung gen target atau gen of interest (GOI).

2. Isolasi plasmid DNA bakteri yang akan digunakan sebagai vektor.

3. Manipulasi sekuen DNA melalui penyelipan DNA ke dalam vektor. (a.) Pemotongan DNA menggunakan enzim restriksi endonuklease. (b.) Penyambungan ke vektor menggunakan DNA ligase.

4. Transformasi ke sel mikroorganisme inang.

5. Pengklonan sel-sel (dan gen asing).

6. Identifikasi sel inang yang mengandung DNA rekombinan yang diinginkan

7. Penyimpanan gen hasil klon dalam perpustakaan DNA.

klon.jpg

Rekayasa genetika telah merambah di berbagai bidang, tidak terkecuali bidang perikanan yang menghasilkan ikan kualitas unggul, sebagai contoh antara lain:

  • Ikan zebra yang biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan, setelah disisipi dengan gen warna ubur-ubur yang disuntikkan ke telur ikan-ikan zebra maka dapat memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya. Gen pemicu dari ubur-ubur akan mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang mengandung bahan polutan tertentu.
  • Ikan karper transgenik dengan pertumbuhan mencapai tiga kali dari ukuran normalnya karena memiliki gen dari hormon pertumbuhan ikan salmon (rainbow trout) yang ditransfer secara langsung ke dalam telur ikan karper. Begitu pula penelitian lainnya memberikan hasil yang serupa, yakni seperti pada ikan kakap (red sea bream) dan salmon Atlantik yang juga sama-sama disisipi oleh gen growth hormone OPAFPcsGH.
  • Ikan goldfish yang disisipi dengan ocean pout antifreeze protein gene diharapkan dapat meningkatkan toleransi terhadap cuaca dingin.
  • Ikan medaka transgenik yang mampu mendeteksi adanya mutasi (terutama yang disebabkan oleh polutan) sangat bermanfaat bagi kehidupan hewan akuatik lainnya dan di bidang kesehatan manusia. Ikan tersebut setelah disisipi dengan vektor bakteriofag mutagenik, kemudian vektor DNA dikeluarkan dan disisipkan ke dalam bakteri pengindikator yang dapat menghitung gen mutan.
  • Ikan transgenik menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan setelah ditransplantasikan gen tomat. Namun bisa juga sebaliknya apabila penerapan ditujukan untuk dunia pertanian, maka gen ikan yang hidup di daerah dingin dapat dipindahkan ke dalam tomat untuk mengurangi kerusakan akibat dari pembekuan.
Berbagai kontroversi menyelimuti produk-produk hasil rekayasa genetika. Kekhawatiran-kekhawatiran mengenai produk rekayasa genetik yang memiliki kemungkinan bersifat racun, menimbulkan alergi serta terjadi resistensi terhadap bakteri dan antibiotik selalu terjadi dalam masyarakat. Memang DNA rekombinan yang diproduksi dengan cara buatan itu dapat berbahaya jika tidak disimpan secara layak dan tindakan pencegahan yang ketat perlu diterapkan pada pekerjaan semacam ini. Jadi hanya galur-galur non-patogenik yang dipergunakan sebagai inang atau galur-galur lain yang dapat tumbuh dalam kondisi laboratorium. Namun demikian, hal ini tidaklah menyurutkan para saintis untuk terus memperbaiki kualitas penelitian di bidang rekayasa genetika semata-mata adalah demi kemaslahatan bersama. Pada akhirnya, kita harus mempertimbangkan masalah-masalah sosial, etika dan moral ketika teknologi gen menjadi lebih ampuh.

dikutip dari
http://regeni.wordpress.com/tugas-terstruktur/rekayasa-genetika/

Tidak ada komentar:

Google