Kamis, 27 Desember 2007

Menghindari Kematian Ikan Massal


BUDIDAYA YANG RAMAH LINGKUNGAN STUDY KASUS WADUK CIRATA

Dalam akuakultur atau budidaya perairan, kesehatan lingkungan tempat pemeliharaan ikan merupakan salah satu faktor penentu usaha budidaya menjadi untung atau rugi. Unsur kesehatan lingkungan perairan yang dimaksud seperti polusi dan penyakit.

Khususnya budidaya sistem tertutup, lingkungan perairan yang terpolusi dan berpenyakit memiliki potensi yang sangat besar untuk membunuh ikan secara massal dalam waktu yang singkat. Sistem manajemen budidaya yang baik dan pemeliharaan jenis ikan yang ramah lingkungan diduga merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya kegagalan usaha akuakultur yang disebabkan oleh kematian ikan secara massal.

Bukti pentingnya kesehatan lingkungan untuk mendukung kesinambungan usaha akuakultur dapat terlihat dalam sistem budidaya jaring apung di Waduk Cirata. Dalam beberapa tahun terakhir ini, berita kematian massal ikan di jaring apung Cirata hampir selalu terdengar, terutama pada saat musim hujan. Suhu air hujan yang lebih rendah daripada suhu perairan menyebabkan terjadinya pergerakan massa air dari dasar perairan ke permukaan (up-welling).

Massa air dari lapisan bawah perairan biasanya memiliki kadar oksigen terlarut yang rendah dan kadar polutan (seperti amonia) yang tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan ikan mati secara mendadak dan massal di Cirata. Karena up-welling terjadi secara alamiah dan tidak selalu merugikan, maka faktor alam ini tidak bisa diultimatum sebagai penyebab kematian ikan secara massal dan mendadak tersebut. Mungkin akan lebih bijaksana bila penyebab massa air lapisan bawah memiliki kandungan oksigen terlarut sangat rendah dan kadar polutan tinggi yang diselidiki.

Bila kita bandingkan kondisi budidaya jaring apung di Cirata dengan yang di Danau Kasumigaura di Jepang, maka ditemukan banyak hal yang sangat berbeda, seperti rasio jumlah unit jaring apung dengan luasan perairan dan tingkat kepadatan ikan dalam jaring apung. Dari segi luasan, Danau Kasumigaura (22.000 ha) adalah sekitar 2,8 kali lebih luas dibandingkan dengan Waduk Cirata (sekitar 7.900 ha). Tetapi, jumlah jaring apung dan tingkat produksi ikan di Cirata adalah jauh lebih banyak.

Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat no. 41 tahun 2002, jumlah jaring apung di Waduk Cirata dibatasi sebanyak 12.000 unit. Namun demikian, sampai pertengahan tahun 2004 jumlah tersebut telah meningkat lebih dari 3 kali lipat, yaitu 39.000 unit (Kompas, 26 Juni 2004). Bila pembatasan jumlah unit jaring apung di Cirata tersebut didasarkan pada daya dukung (carrying capacity) perairan, maka diduga bahwa sudah terjadi kelebihan muatan di Cirata. Selanjutnya, dari data tingkat produksi ikan di Cirata yang mencapai sekitar 78.000 ton per tahun, dibandingkan dengan tingkat produksi ikan di Danau Kasumigaura sekitar 5.000 ton per tahun, juga menunjukkan bahwa muatan Waduk Cirata sudah sangat tinggi.

Karena tingkat kepadatan ikan tinggi, maka dibutuhkan pakan dalam jumlah yang banyak untuk mencapai ukuran panen seperti yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu. Bila cara pemberian pakan juga tidak baik, maka jumlah pakan yang tidak dimakan oleh ikan menjadi banyak. Selain itu, bila kualitas pakan yang digunakan kurang bagus, maka banyak unsur nutrisi dari pakan yang hilang sebelum sempat dimakan oleh ikan, atau jumlah unsur nitrogen dan fosfor yang terbuang ke perairan lebih banyak. Telah diketahui bahwa nitrogen dalam bentuk senyawa amonia merupakan racun yang sangat berbahaya bila melebihi batas tertentu. Sedangkan unsur fosfor dapat menyebabkan populasi mikroorganisme menjadi sangat tinggi (blooming)

Selanjutnya, pakan yang tidak sempat dimakan oleh ikan dan jatuh ke dasar perairan akan didekomposisi oleh mikroba, dimana dalam proses dekomposisi ini membutuhkan oksigen. Bila pakan atau bahan pakan yang jatuh ke dasar perairan banyak, maka dibutuhkan oksigen yang banyak juga untuk dekomposisinya. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab rendahnya kadar oksigen terlarut pada massa air lapisan bawah.

Untuk mengatasi masalah kematian massal ikan di Cirata, beberapa cara mungkin bisa ditempuh, seperti mengurangi jumlah unit jaring apung yang ada, menurunkan padat penebaran ikan. Namun demikian kedua faktor ini membutuhkan pengertian dan kerjasama semua pihak, dan juga pengawasan yang ketat. Cara lain yang bisa ditempuh adalah penggunaan pakan ikan yang berkualitas. Pakan ramah lingkungan (environmental-friendly diet) telah berhasil diramu oleh ahli nutrisi Ikan di Universitas Ilmu dan Teknologi Kelautan Tokyo.

Pakan ini dibuat dengan menambahkan asam sitrat atau amino acid-chelated (asam amino yang terikat dengan mineral seperti Zn, Mn dan Cu) sehingga jumlah unsur fosfor yang dilepas ke air menjadi menurun. Dengan menggunakan pakan ikan ini, jumlah unsur fosfor yang tertahan (terakumulasi) di dalam tubuh ikan meningkat sekitar 30% untuk pakan yang ditambahkan asam sitrat atau 16,5% untuk pakan yang disuplementasi dengan amino acid-chelated. Penggunaan pakan ini juga berhasil menurunkan tingkat ekskresi nitrogen oleh ikan, meskipun tidak begitu tinggi.

Khusus untuk masalah polusi amonia yang jauh lebih berbahaya daripada fosfat, baru-baru ini telah dikembangkan strain ikan nila ramah lingkungan melalui pendekatan genetik. Caranya dengan menambah jumlah copy gen pengontrol hormon pertumbuhan ikan nila. Gen yang digunakan adalah berasal dari ikan nila sendiri. Dengan bertambahnya jumlah copy gen ini, aktivitas pertumbuhan jaringan otot ikan meningkat. Dengan kata lain bahwa makanan yang diperoleh sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan sel otot, bukan digunakan sebagai sumber energi. Dengan demikian amonia yang dikeluarkan dari tubuh ikan menjadi menurun, yaitu sekitar 30-40% lebih rendah daripada ikan biasa.

Pada sistem pemeliharaan ikan nila secara tertutup (closed ecological recirculating aquaculture system), jumlah nitrogen yang dilepas oleh ikan ke air mencapai 60% dari total nitrogen yang diperoleh dari makanan. Bila ikan ramah lingkungan ini digunakan, maka jumlah nitrogen yang dikeluarkan dari tubuh ikan ke perairan tersebut bisa dikurangi menjadi 36% dari total nitrogen yang diperoleh dari makanan. Pertumbuhan ikan nila ini juga 2-3 kali lebih cepat daripada ikan nila biasa. Bobotnya bisa mencapai sekitar 1,5 kg dalam waktu 7 bulan. Penambahan jumlah copy gen ini juga telah meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, sekitar 30% lebih tinggi daripada ikan biasa. Dengan karakter-karakter tersebut, maka pemeliharaan ikan ramah lingkungan ini akan baik bagi linkungan dan juga dapat menambah pendapatan petani ikan.

(Sumber : Simposium Nasional Bioteknologi Dalam Akuakultur, Juli 2006)

Dikutip dari :

DKP.go.id

Tidak ada komentar:

Google