ã 2003 Yulfiperius Posted 4 May, 2003
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana /S3
Institut Pertanian Bogor
Mei 2003
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Dr Bambang Purwantara
PENAMBAHAN VITAMIN E DALAM FORMULASI PAKAN INDUK IKAN DAPAT MEMPERBAIKI KUALITAS REPRODUKSINYA
Oleh:
Yulfiperius
Nrp. B. 661020031/PS. BRP
PENDAHULUAN
Kegiatan usaha budidaya ikan (pembesaran) yang meningkat saat ini mengakibatkan naiknya permintaan akan benih yang bermutu (baik kuantitas maupun kualitas) serta tersedia setiap saat. Hal ini akan menentukan keberhasilan usaha pembesaran ikan tersebut. Untuk itu perlu diketahui cara pembenihan yang tepatguna sehingga menghasilkan benih yang bermutu.
Salah satu penyebab rendahnya kualitas benih adalah rendahnya derajat tetas telur. Hal ini diduga karena tidak sesuainya kualitas pakan induk yang diberikan. Pakan yang digunakan saat ini merupakan pakan komersial untuk pembesaran ikan air tawar, seperti ikan mas dan lele. Jadi, untuk mendapatkan benih yang cukup, bermutu baik adalah dengan memperbaiki kualitas telur. Kualitas telur dapat ditingkatkan antara lain dengan melakukan perbaikan kualitas pakan induk. Salah satu unsur nutrien pakan yang harus ada dalam pakan induk untuk meningkatkan reproduksinya adalah vitamin E (a-tokoferol).
KEBUTUHAN NUTRIEN IKAN
Semua jenis ikan membutuhkan zat gizi yang baik, biasanya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta energi untuk aktivitas (NRC, 1977). pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad, karena proses vitelogenesis membutuhkan nutrien, kualitas telur sangat ditentukan oleh kandungan nutrien yang ada dalam pakan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam-asam amino, baik esensial maupun non-esensial (NRC, 1983). Asam amino esensial tidak dapat disintesis dalam tubuh, sehingga asam amino tersebut perlu diberikan melalui pakan. Protein dengan kandungan asam-asam aminonya diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan enzim dan beberapa hormon serta antibodi dalam tubuh, disamping itu juga berfungsi sebagai sumber energi. Kebutuhan protein untuk ikan berbeda-beda menurut spesiesnya dan pada umumnya berkisar antara 30 sampai 40% (Jobling, 1994).
Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen dominan kuning telur, sedangkan jumlah dan komposisi telur menentukan besar kecil ukuran telur dan ukuran telur merupakan indikator kualitas telur (Kamler, 1992). Sedangkan komposisi kimia kuning telur bergantung kepada status nutrien yang diberikan dan kondisi induk itu sendiri.
Protein dalam pakan juga mempengaruhi reproduksi dari ikan rainbow trout (Takeuchi et al. 1981). Menurut Watanabe et al. (1984c) kadar protein pakan untuk reproduksi ikan rainbow trout 36% dan lipid 18%. Watanabe et al. (1985a) menyatakan bahwa pada kadar protein pakan 43.1%, induk red sea bream sudah dapat menghasilkan kualitas telur yang baik yang diindikasikan dengan banyaknya telur yang mengapung. Kadar asam lemak telur ikan red sea bream sangat dipengaruhi oleh kadar asam lemak pakan yang diberikan sebelum pemijahan (Watanabe et al. 1985).
Lemak mempunyai peranan yang penting bagi ikan, karena selain sebagai sumber energi non protein juga berfungsi memelihara struktur dan fungsi membran sel. Di samping itu lemak pakan juga berguna untuk mempertahankan daya apung tubuh. Peranan asam lemak esensial bagi perkembangan embrio adalah sebagai penyusun struktur membran sel dan sebagai prekursor prostaglandin, selain sebagai sumber energi (Leray et al. 1985 dalam Mokoginta et al. 2000). Pakan harus mengandung asam lemak tidak jenuh seperti linoleat dan linolenat (NRC, 1977). Dari berbagai penelitian telah diketahui bahwa ada tiga kelompok ikan jika ditinjau dari kebutuhan asam lemak pakannya. Kelompok pertama adalah ikan yang hanya memerlukan asam lemak linoleat, seperti ikan tilapia. Kelompok ke dua, hanya memerlukan asam lemak linolenat, seperti ikan red sea bream dan yellow tail, dan kelompok ketiga adalah yang memerlukan kedua asam lemak tersebut, seperti ikan lele (Furuichi, 1988; Mokoginta et al. 1996). Karbohidrat dalam pakan ikan dalam bentuk serat kasar dan ekstrak N-bebas. Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat bergantung kepada kemampuannya dalam menghasilkan enzim amilase. Umumnya ikan air tawar memerlukan karbohidrat lebih besar dari 20% (Willson, 1994). Menurut Furuchi (1988), ikan Ichtalurus punctatus dapat memanfaatkan karbohidrat secara optimum pada tingkat 30 sampai 40%, tetapi lebih sedikit yang dimanfaatkan untuk perkembangan telur. Data yang diperoleh dari 9 spesies ikan yang memijah di 10 lokasi dari perairan tawar dan laut didapatkan kandungan karbohidrat telur ikan berkisar 0.6% sampai 8.7% dari bahan keringnya, atau rata-rata 2.6% (Kamler, 1992). Dibandingkan dengan lemak dan protein, karbohidrat menghasilkan energi yang lebih kecil setiap gramnya, tetapi karbohidrat dapat digunakan sebagai sumber energi dan kebutuhan karbohidrat berkaitan dengan aktivitas protein. Selain energi, ikan juga memerlukan materi lainnya berupa vitamin.Vitamin merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan ikan dari makanannya, karena ikan tidak dapat mensintesa sendiri di dalam tubuhnya. Kebutuhan vitamin oleh ikan bervariasi menurut spesies , ukuran, dan umur ikan (NRC, 1993).
VITAMIN E (a- TOKOFEROL)
Salah satu vitamin yang dapat berperan dalam meningkatkan reproduksi ikan adalah vitamin E. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan, terutama untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Sementara itu diketahui pula pada ikan atlantik salmon bahwa a-tokoferol, nama lain dari vitamin E, diangkut dari jaringan periferal ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma (Lie et al. 1994 dalam Mokoginta et al. 2000), hal ini menunjukkan adanya peran vitamin E pada proses reproduksi ikan.
Defisiensi a-tokoferol pada hewan dapat menyebabkan lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis, dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostagladin oleh microsome dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu kematian dan kerusakan syaraf (Lehninger, 1993). Vitamin E juga berpengaruh pada kualitas telur yang dihasilkan, seperti terlihat dari rendahnya jumlah telur yang terbuahi pada red sea bream (Watanabe et al. 1991). Pada ikan yellow tail, adanya penambahan vitamin E sebanyak 200 mg/kg pakan induk akan menghasilkan jumlah larva yang tertinggi (Mushiake et al. 1993).
Vitamin E sangat berperan dalam proses reproduksi ikan. Effendie (1997) menyatakan pada proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Pada masa reproduksi, a-tokoferol akan didistribusikan ke jaringan adiposa. a-tokoferol diangkut ke hati mungkin dalam kilomikron, dan dikirim ke jaringan dalam bentuk lipoprotein. Selanjutnya oleh enterosit dalam bentuk gabungan kilomikron (a-tokoferol dengan mono, di dan trigliserida), vitamin tersebut dibawa ke saluran limpatik. Dari sistem limpatik a-tokoferol bersama very low density lipoprotein (VLDL) akan masuk ke dalam sirkulasi darah, dan langsung dikirim sebagian ke bagian yang membutuhkan, sebagian lagi a-tokoferol terlebih dahulu masuk ke hati melalui ductus toracicus dan bergabung dengan VLDL yang kaya akan trigliserida dan HDL (high density lipoprotein) yang kaya akan fosfolipid, kolesterol dan ester. VLDL dan HDL ini disintesis oleh hati. Kemudian vitamin E kembali ke pembuluh darah. Di dalam pembuluh darah VLDL dan HDL dari hati dikonversi menjadi LDL (low density lipoprotein) dengan bantuan enzim lipoprotein lipase dalam serum darah dan selanjutnya vitamin E dalam LDL siap diangkut ke jaringan adipose (Linder, 1992).
Hamre et al. (1994) dalam Syahrizal (1998) meneliti ikan atlantik salmon Salmo salar, dengan bobot lebih kurang 16.9 g, diberi pakan dasar semi murni yang mengandung kasein, dan dl-a-tokoferol asetat 0 dan 15 mg/kg pakan, menyebabkan tingkat kematiannya 100% dan jika diberi 30 mg/kg pakan, ikan akan mengalami gejala defisiensi. Ikan yang mengalami defisiensi vitamin E memperlihatkan kandungan haemoglobin darah rendah, volume dan jumlah sel darah merah meningkat dan bagian sel darah merah tidak matang. Kadar vitamin E 60 mg/kg pakan dapat memberikan kelangsungan hidup ikan yang tinggi.
Verakunpirya et al. (1996) menyatakan vitamin E berperan sangat penting untuk perkembangan gonad. Kadar vitamin E di telur dari ikan yellow tail yang terbaik adalah 186.6 sampai 243.0 mg/g bobot kering telur. Kadar vitamin E dalam telur tersebut berasal dari induk yang mendapatkan pakan yang mengandung vitamin E 124.1 sampai 471.8 mg/kg pakan. Vitamin ini juga dapat mempengaruhi komponen kimia lipid telur dan daya apung telur yellow tail.
Kebutuhan ikan terhadap vitamin E dalam ransum berbeda-beda bergantung kepada jenis dan umur ikan. Gatlin et al. (1992), menyatakan bahwa untuk jenis-jenis ikan catfish kebutuhan vitamin E berkisar antara 60-240 mg/kg ransum ikan. Sedangkan untuk jenis salmonid membutuhkan vitamin E 35 mg/kg hingga 300 mg/kg pakan (Thorarinsson et al.1994). Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan, dan dosis vitamin E di dalam pakan akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang ada di dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam lemaknya, maka kebutuhan vitamin E juga semakin tinggi (Watanabe et al. 1991).
PERANAN VITAMIN E DALAM MEMPERBAIKI
KUALITAS REPRODUKSI IKAN
Secara umum indikator reproduksi ikan dapat dilihat dari gonad somatik indek, fekunditas, bobot telur, diameter telur, derajat tetas telur, larva abnormal dan total larva yang dihasilkan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan. Seperti sudah diketahui bahwa salah satu fungsi dari Vitamin E adalah sebagai zat antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak (Halver, 1989). Menurut Kamler (1992), lemak digunakan sebagai bahan penyusun struktur butiran lemak dan butiran kuning telur. Menurut Momensen dan Walsh (1983), material lemak merupakan bahan penyusun sejumlah besar fosfolipid yang ditimbun dalam sitoplasma dan kutub anima telur. Jadi dengan adanya penambahan vitamin E dalam formulasi pakan maka keberadaan lemak di dalam telur dapat dipertahankan sebelum digunakan untuk proses selanjutnya.
Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon tropik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mengekskresi hormon-hormon steroid ke dalam peredaran darah. Salah satu sasaran hormon steroid yaitu 17b-estradiol. Hormon ini merangsang sintesis dan mengangkut vitelogenin ke gonad. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit ternyata melalui prostaglandin. Dalam hal ini prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial (Djojosoebagio, 1996), sedangkan vitamin E dapat mempertahankan keberadaan dari asam lemak tersebut, karena salah satu fungsi dari vitamin E adalah sebagai antioksidan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan oosit dapat dipengaruhi oleh kadar vitamin E dalam pakan yang diberikan kepada induk ikan.
Pada tahap pematangan oosit yaitu fase vitelogenesis (terjadinya akumulasi kuning telur), hormon steroid yang sangat berperan adalah estrogen. Estrogen disintesis di lapisan folikel sel telur, kemudian hormon ini merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin, selanjutnya dilepas ke dalam pembuluh darah yang akhirnya akan terakumulasi dalam sel telur. Setelah fase tersebut selesai, kemudian lapisan folikel akan mensintesis progesteron yang berperan dalam proses pematangan tahap akhir, dan akhirnya atas kerja hormon secara sinergis akan terjadi ovulasi (deVlaming, 1983 dalam Basri, 1997).
Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit membesar (Yaron, 1995). Peningkatan nilai gonad somatik indek, fekunditas, dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama proses tersebut berlangsung sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Pemberian vitamin E dalam pakan yang diberikan pada induk juga memberikan pengaruh terhadap fekunditas relatif ikan. Jumlah vitamin E dalam pakan yang sudah mencukupi dapat mempertahankan keberadaan asam lemak esensial didalam telur, karena fungsinya sebagai antioksidan dapat mencegah teroksidasinya asam lemak. Asam lemak esensial pada membran sel dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel, dan asam lemak esensial juga diperlukan untuk pembentukan prostaglandin. Prostaglandin diketahui sebagai mediator dari aksi gonadotropin saat pecahnya folikel (ovulasi) pada ikan (Lam, 1985 dalam Syahriazal, 1998). Selanjutnya Djojosoebagio (1990a) dalam Syahrizal (1998) menyatakan bahwa prostaglandin juga terlibat dalam peningkatan produksi cAMP yang dipicu oleh luteinizing hormone. Sehingga dapat diduga apabila fluiditas membran sel dan prostaglandin di telur meningkat akan menyebabkan aksi gonadotropin untuk pembentukan butiran-butiran telur juga meningkat. Disamping itu peningkatan nilai fekunditas juga dapat disebabkan oleh kandungan nutrien seperti lemak dan protein serta karbohidrat yang terdapat didalam pakan cukup untuk mendukung perkembangan gonad.
Vitamin E juga memberikan pengaruh terhadap bobot dan diameter telur. fungsi vitamin E sebagai antioksidan dapat terlihat dari peningkatan kandungan lemak di dalam telur. Pada oosit atau telur yang mengandung kadar vitamin E (a-tokoferol) relatif tinggi, kemungkinan peluang teroksidasinya lipid relatif lambat dibandingkan dengan yang rendah. Menurut Linder (1992) anion superoksida diproduksi oleh interaksi dari berbagai substrat yang dapat teroksidasi oleh molekul oksigen, dengan melibatkan oksidase xantin dan sitokrom P-450. Superoksida dikonversi menjadi peroksida atas bantuan enzim dismutase superoksida yang membutuhkan Cu dan Zn, atau berinteraksi dengan peroksida. Peroksida juga membentuk beberapa rantai radikal; radikal-radikal tersebut dapat memulai reaksi berantai panjang dalam dinding sel yang melibatkan asam lemak tidak jenuh dan fosfolipid. Vitamin E menghambat proses-proses tersebut.
Vitamin E juga diperlukan selama proses embryogenesis dan perkembangan larva. Selama proses embryogenesis dan pertumbuhan larva terjadi penurunan kandungan vitamin E mulai dari telur sampai larva 2 hari. Hubungan antara perkembangan embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tak jenuh. Fungsi lain dari asam lemak esensial dalam proses embryogenesis adalah merupakan prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Menurut Leray et al. (1985) dalam Mokoginta et al. (2000), proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin. Jika telur kekurangan asam lemak ensensial, maka berlangsungnya proses tersebut akan gagal (pada pembelahan sel ke 16, 32, dan organogenesis), dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah. Menurut Takeuchi et al. (1992) kekurangan vitamin E dalam pakan dapat menyebabkan kandungan lemak di hati dan otot berkurang. Komposisi asam lemak, terutama asam lemak esensial pada membran sel akan mempengaruhi fluiditas dan permeabilitas membran (Divakran dan Venkatraman, 1997 dalam Mokoginta et al. 2000). Selanjutnya, fluiditas membran dapat mempengaruhi aktivitas enzim pada membran, serta akan mengubah proses fisiologis sel.
Sebagaimana diketahui bahwa fungsi utama vitamin E sebagai antioksidan yakni melindungi lemak, terutama asam lemak tak jenuh dari proses oksidasi. Selanjutnya Kamler (1992) menyatakan bahwa lemak yang ditimbun dalam telur berperan juga sebagai sumber energi dan pengendali daya apung telur, embrio dan larva. Selama proses embryogenesis dan pertumbuhan larva terjadi penurunan kandungan lemak mulai dari telur sampai larva 2 hari, sedangkan kadar protein perubahannya tidak sebesar pada lemak. Hal ini menunjukkan bahwa lemak merupakan sumber energi utama selama embryogenesis dan selama 2 hari pertumbuhan larva. Karena peranan lemak yang cukup besar, maka lemak dalam telur harus diupayakan ada dan dijaga keberadaannya agar selalu dalam kondisi optimal. Salah satu jalan adalah dengan memberikan vitamin E kedalam pakan yang diberikan kepada induk.
Kualitas telur yang baik dapat juga dilihat dari derajat tetas telur, abnormalitas larva, dan jumlah total larva yang dihasilkan. Penambahan vitamin E dalam pakan sampai batas tertentu akan menghasilkan derajat tetas telur yang tinggi. Sedangkan rendahnya derajat tetas telur dapat disebabkan oleh hambatan perkembangan embrio atau gangguan pada embrio, sehingga embrio tidak berkembang dengan baik (Mokoginta, 1991). Hubungan antara perkembangan embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tak jenuh. Apabila rasio asam lemak w6/w3 kurang atau berlebih didalam telur akan menyebabkan derajat tetas telur rendah. Sedangkan rasio asam lemak w6/w3 yang sesuai dengan kebutuhan embryo dalam telur akan mempengaruhi keberhasilan proses embryogenesis, dan diperlihatkan dengan nilai derajat tetas telur yang tinggi. Keberhasilan suatu penetasan tidak hanya ditentukan oleh derajat tetasnya saja, tetapi juga kualitas larva yang dihasilkan, seperti tingkat abnormal larva. hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar vitamin E dalam pakan, maka larva abnormal semakin rendah. Defisiensi vitamin E pada ikan dapat menyebabkan penyakit distrofi otot, degenerasi lemak hati, anemia, pendarahan dan berkurangnya fertilisasi (NRC, 1983). Kualitas telur yang baik direfleksikan dengan peningkatan derajat tetas telur, dan total larva yang dihasilkan. Pada tabel di bawah ini disajikan beberapa hasil penelitian tentang pengaruh penambahan vitamin E dalam pakan terhadap kualitas reproduksi ikan.
Tabel. Pengaruh penambahan Vitamin E terhadap beberapa parameter kualitas reproduksi ikan
Parameter | Pakan/kadar VE (mg/kg pakan) | ||
338.72 1) | 211.60-308.16 2) | 189.653) | |
Kecepatan pencapaian matang gonad | 58 hari | - | - |
Gonad somatik indek (%) | 3.17 | 7.53 | 8.54 |
Fekunditas (butir/kg induk) | 2.896 | 9.887 | 420.124 |
Berat telur (mg/btr.) | - | - | 201.6 |
Diameter telur (mm) | 2.47 | - | 1.19 |
Telur yang mengapung (%) | 99.15 | - | - |
Derajat pembuahan telur (%) | 98.79 | - | - |
Derajat tetas telur (%) | 95.64 | 70.35 | 78.77 |
LA (%) | - | - | 0.19 |
Total larva (S larva/kg induk) | - | - | 332.339 |
Keterangan | 1. | Ikan gurame Osphronemus gouramy (Basri, 1997) |
| 2. | Ikan lele Clarias batrachus (Syahrizal, 1998) |
| 3. | Ikan patin Pangasius hypophthalmus (Yulfiperius, 2001) |
KESIMPULAN
Untuk meningkatkan kualitas reproduksi induk ikan, maka dalam formulasi pakannya perlu dilakukan penambahan vitamin E sesuai dengan spesies induk ikan yang dipelihara.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Y. 1997. Penambahan vitamin E pada pakan buatan dalam usaha meningkatkan potensi reproduksi induk ikan gurame (Osphronemus gouramy Laccepede). Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 84 hal.
Djojosoebagio, S. 1996. Fisiologi kelenjer endokrin. UI-Press, Jakarta, 501 hal.
Djojosoebagio, S dan W. G. Pilliang. 1996. Fisiologi nutrisi, Edisi kedua. UI-Press, Jakarta, 289 hal.
Furuichi, M. 1988. Dietary requirements, p. 21 – 78. In. Fish nutrition and mariculture. T. Watanabe (ed.), Kanazawa International Fisheries Center, Japan International Cooperation Center.
Gatlin, D.M., S.C Bai and M.C Erickson. 1992. Effects of dietary vitamin E and synthetic antioxidants on composition and storage quality of channel catfish, Ictalurus punctatus. Aquaculture. 106 : 323 – 332.
Halver, J.E. 1989. The vitamins, pp. 32-102. In: Fish nutrition, J.E. Halver (ed.). Academic Press, Inc., California.
Jobling, M. 1994. Fish bioenergetics. Chapman and Hall, London. 309 pp.
Kamler, E. 1992. Early life history of fish. an energetics approach. Chapman and Hall. London. 267 pp.
Linder, M.C. 1992. Biokimia nutrisi dan metabolisme (terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta. 781 hal.
Mokoginta, I; D. Jusadi; M. Setiawati; dan M. A. Suprayudi. 2000. Kebutuhan asam lemak esensial, vitamin dan mineral dalam pakan induk Pangasius suchi untuk reproduksi. Hibah Bersaing VII/1-2 Perguruan Tinggi/Tahun Anggaran 1998/2000. Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. 54 hal.
Mushiake, K., A. Arai, A. Matsumotoo, H. Shimma and I. Hasegawa. 1993. Artificial insemination from 2-year-old cultured yellowtail fed with pellets. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish. 59 : 1721-1726.
National Research Council. 1977. Nutirent requirements of warm water fishes. National academic of science, Washington, D.C. 78 pp.
National Research Council. 1983. Nutrient requirements of warmwater fishes and shellfishes. National Academy of Science Press, Washington D.C. 102 pp.
National Research Council. 1993. Nutrient requirements of fish. National academic of science, Washington, D.C. 115 pp.
Syahrizal. 1998. Kadar optimum vitamin E (a-tokoferol) dalam pakan induk ikan lele, Clarias batrachus Linn. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 69 hal.
Takeuchi, T., T. Watanabe, C. Ogino, M. Saito, K. Nishimura and T. Nose. 1981. Effects of low protein high calorie and deletion of trace elements from a fish meal diet on reproduction of rainbow trout. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish. 47 (5) : 645 – 654.
Takeuchi, T., K. Watanabe, S. Satoh, and T. Watanabe. 1992. Requirement of grass carp fingerling for a-tocopherol. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish. 58 (9) : 1743-1749.
Thorarinsson, R., M.L. Landolt, O.G. Elliot , R.J. Pascho. 1994. Effects of dietary vitamin E and selenium on growth, survival and the prevalence of renibacterium Salmoninarium infection in chinook salmon (Oreochynchus tshawytscha). Aquaculture, 121 : 343-358.
Verakunpiriya, V., T. Watanabe, K. Musshiake, V. Kiron, S. Shuichi, and T. Takeuchi. 1996. Effect of broodstock diets on chemical components of milt and eggs produced by yellowtail. Fihseries science Japan. 62 (4) : 1207 – 1215.
Watanabe, T., T. Koizumi, H. Suzudi, S. Satoh, T. Takeuchi, N. Yoshida, T. Kitada and Y Tsukashima. 1985a. Effect of dietary protein levels and feeding period before spawning on chemical components of eggs produced by red sea bream broodstock. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish. 51 (9) : 1501-1509.
Watanabe, T., M.J. Lee, J. Mitzutani, T. Yamada, S. Satoh, T Takeuchi, N. Yossida, T. Kitada and T. Arakawa. 1991. Effective components in cuttlefish meal and raw krill for improvement of quality of red sea bream Pagrus major eggs. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish. 57 (4) : 681-694.
Yaron, Z. 1995. Endocryne control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture, 129 : 49-73.
Yulfiperius, 2001. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan terhadap kualitas telur ikan patin Pangasius hypophthalmus. Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 40 hal.
dikutip dari
http://tumoutou.net/6_sem2_023/yulfiperius.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar