Kamis, 27 Desember 2007

kedudukan pakan alami


Pakan alami memiliki komposisi gizi yang baik diantaranya protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Protein berguna saat proses pertumbuhan dan pengganti sel yang rusak sebagai zat pembangun. Lemak dan karbohidrat berfungsi sebagai pembentuk energy yang akan digunakan tubuh. Vitamin dan mineral akan membantu proses metabolism, mengatur proses fisiologis, membentuk enzim dan hormon serta menjaga kesehahatan tubuh ikan.

Selain itu ikan mengandung berbagai pigmen yang akan memperindah warna ikan hias seperti melanin yang membentuk warna coklat sampai hitam, guanin yang menghasilkan rona cerah pada ikan dankaroten yang membentuk warna merah, kuning, jingga dan mencerahkan warna ikan.

Pakan alami sangat dibutuhkan dunia pembenihan karena pakan alami dapat bergerak aktif dan sehingga mengundang larva ikan untuk memakannya. Pada larva, setelah kuning telur habis perlu diberikan tambahan pakan supaya larva tetap mendapat asupan nutrisi. Masalah yang dihadapi adalah larva belum biasa mendapatkan pakan dan bukaan mulut larva masih sangat kecil. Gerakan yang dibuat pakan alami (contohnya : inforia, Dapnia, Artemia) akan merangsang larva memakannya dan ukurannya yang kecil cocok dengan bukaan mulut larva.

Pada dunia pembesaran pakan alami sering digunakan untuk memacu pertumbuhan ( misalnya cacing sutra ) atau untuk memperbanyak dan memperbaiki kualitas telur (misalnya Bloodworm)

Untuk lebih lanjut silakan search di blog ini

Keunggunalan pakan alami


Keunggulan pakan alami?

1. Tidak Menurunkan Kualitas Air

Hal ini berlaku terutama untuk jenis pakan alami hidup karena berbeda dengan pakan buatan yang akan mengedap di dasar perairan. Pakan buatan yang tersisa akan terurai menjadi Amonia, Nitrit, Nitrat dan lain lain. Proses Penguraian itu membutuhkan Oksigen sehingga kadar Oksigen di perairan akan menurun. Amonia yang dihasilkan adalah senyawa yang sifatnya racun untuk ikan.

2. Tidak Mudah Rusak

Pakan alami yang berbentuk organism hidup relatif lebih tahan lama dan mudah rusak dengan sarat dipeluhara bukan dalam lingkungan yang sesuai dengan habitat aslinya.

3. Mudah Dicerna Ikan

Pakan alami mudah di cerna dalam saluran pencernaan ikan dan mudah di serap oleh usus halus ikan.

4. Cepat Berkembang Biak

Pakan alami sangat cepat berkembang biak di lingkungan yang kaya bahan organik. Sebaiknya perkembangan pakan alami ini juga diawasi supaya tidak lepas control.

red danio - ikan zebra berpendar merah


Keyword : Red danio, Zebra fish, Ikan Zebra, ikan permen

Label : AquaCulture, Akuakultur

ed Zebra Danio (glow in the dark) (FwF Danios Zebra red)

Red Zebra Danio (glow in the dark)

Where do fluorescent zebra fish come from?

Fluorescent zebra fish were specially bred to help detect environmental pollutants. By adding a natural fluorescence gene to the fish, scientists are able to quickly and easily determine when our waterways are contaminated. The first step in developing these pollution detecting fish was to create fish that would be fluorescent all the time. It was only recently that scientists realized the public's interest in sharing the benefits of this research. We call this the GloFishfluorescent fish.

Do fluorescent fish glow?

Fluorescent fish absorb light and then re-emit it. This creates the perception that they are glowing, particularly when shining an ultraviolet light on the fish in a dark room.


How common is the use of fluorescent zebra fish in science?

For over a decade, fluorescent zebra fish have been relied upon by scientists worldwide to better understand important questions in genetics, molecular biology, and vertebrate development. Fluorescent zebra fish have been particularly helpful in understanding cellular disease and development, as well as cancer and gene therapy.

What are the differences between fluorescent zebra fish and other zebra fish?

Aside from their brilliant color, fluorescent zebra fish are the same as other zebra fish in every way. This includes everything from general care and temperature preferences to growth rate and life expectancy.

Does the fluorescence harm the fish?

No. The fish are as healthy as other zebra fish in every way. Scientists breed them by adding a natural fluorescence gene to the fish eggs before they hatch. The fish is born with this unique color, and maintains the color throughout its life. The color is also passed on to their offspring.


What will happen if a fluorescent zebra fish escapes into the waterways?

Zebra fish are tropical fish and are unable to survive in non-tropical environments. They have been sold to pet owners worldwide for more than fifty years. Despite all these years of aquarium ownership, zebra fish are only found in tropical environments, such as their native India .

What if a fluorescent zebra fish is eaten?

Eating a fluorescent zebra fish is the same as eating any other zebra fish. Their fluorescence is derived from a naturally occurring gene and is completely safe for the environment. Just as eating a blue fish would not turn a predator blue, eating a fluorescent fish would not make a predator fluoresce.


Are you going to create more fluorescent fish?

Scientists all around the world are working with fluorescent fish, whether it's to help protect the environment or come up with new disease-fighting drug therapies. As more fluorescent fish become available, they may be offered for sale to the public.

How can buying these fish help in the fight against pollution?

These fish have already existed for several years and were developed to help fight pollution. By breeding these existing fish, we will allow people to have their own fluorescent fish while promoting the beneficial scientific goals behind their development. In fact, a portion of the proceeds from sales will go directly to the lab where these fish were created in order to further their research—research we hope will help to protect the environment and save lives.

Menghindari Kematian Ikan Massal


BUDIDAYA YANG RAMAH LINGKUNGAN STUDY KASUS WADUK CIRATA

Dalam akuakultur atau budidaya perairan, kesehatan lingkungan tempat pemeliharaan ikan merupakan salah satu faktor penentu usaha budidaya menjadi untung atau rugi. Unsur kesehatan lingkungan perairan yang dimaksud seperti polusi dan penyakit.

Khususnya budidaya sistem tertutup, lingkungan perairan yang terpolusi dan berpenyakit memiliki potensi yang sangat besar untuk membunuh ikan secara massal dalam waktu yang singkat. Sistem manajemen budidaya yang baik dan pemeliharaan jenis ikan yang ramah lingkungan diduga merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya kegagalan usaha akuakultur yang disebabkan oleh kematian ikan secara massal.

Bukti pentingnya kesehatan lingkungan untuk mendukung kesinambungan usaha akuakultur dapat terlihat dalam sistem budidaya jaring apung di Waduk Cirata. Dalam beberapa tahun terakhir ini, berita kematian massal ikan di jaring apung Cirata hampir selalu terdengar, terutama pada saat musim hujan. Suhu air hujan yang lebih rendah daripada suhu perairan menyebabkan terjadinya pergerakan massa air dari dasar perairan ke permukaan (up-welling).

Massa air dari lapisan bawah perairan biasanya memiliki kadar oksigen terlarut yang rendah dan kadar polutan (seperti amonia) yang tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan ikan mati secara mendadak dan massal di Cirata. Karena up-welling terjadi secara alamiah dan tidak selalu merugikan, maka faktor alam ini tidak bisa diultimatum sebagai penyebab kematian ikan secara massal dan mendadak tersebut. Mungkin akan lebih bijaksana bila penyebab massa air lapisan bawah memiliki kandungan oksigen terlarut sangat rendah dan kadar polutan tinggi yang diselidiki.

Bila kita bandingkan kondisi budidaya jaring apung di Cirata dengan yang di Danau Kasumigaura di Jepang, maka ditemukan banyak hal yang sangat berbeda, seperti rasio jumlah unit jaring apung dengan luasan perairan dan tingkat kepadatan ikan dalam jaring apung. Dari segi luasan, Danau Kasumigaura (22.000 ha) adalah sekitar 2,8 kali lebih luas dibandingkan dengan Waduk Cirata (sekitar 7.900 ha). Tetapi, jumlah jaring apung dan tingkat produksi ikan di Cirata adalah jauh lebih banyak.

Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat no. 41 tahun 2002, jumlah jaring apung di Waduk Cirata dibatasi sebanyak 12.000 unit. Namun demikian, sampai pertengahan tahun 2004 jumlah tersebut telah meningkat lebih dari 3 kali lipat, yaitu 39.000 unit (Kompas, 26 Juni 2004). Bila pembatasan jumlah unit jaring apung di Cirata tersebut didasarkan pada daya dukung (carrying capacity) perairan, maka diduga bahwa sudah terjadi kelebihan muatan di Cirata. Selanjutnya, dari data tingkat produksi ikan di Cirata yang mencapai sekitar 78.000 ton per tahun, dibandingkan dengan tingkat produksi ikan di Danau Kasumigaura sekitar 5.000 ton per tahun, juga menunjukkan bahwa muatan Waduk Cirata sudah sangat tinggi.

Karena tingkat kepadatan ikan tinggi, maka dibutuhkan pakan dalam jumlah yang banyak untuk mencapai ukuran panen seperti yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu. Bila cara pemberian pakan juga tidak baik, maka jumlah pakan yang tidak dimakan oleh ikan menjadi banyak. Selain itu, bila kualitas pakan yang digunakan kurang bagus, maka banyak unsur nutrisi dari pakan yang hilang sebelum sempat dimakan oleh ikan, atau jumlah unsur nitrogen dan fosfor yang terbuang ke perairan lebih banyak. Telah diketahui bahwa nitrogen dalam bentuk senyawa amonia merupakan racun yang sangat berbahaya bila melebihi batas tertentu. Sedangkan unsur fosfor dapat menyebabkan populasi mikroorganisme menjadi sangat tinggi (blooming)

Selanjutnya, pakan yang tidak sempat dimakan oleh ikan dan jatuh ke dasar perairan akan didekomposisi oleh mikroba, dimana dalam proses dekomposisi ini membutuhkan oksigen. Bila pakan atau bahan pakan yang jatuh ke dasar perairan banyak, maka dibutuhkan oksigen yang banyak juga untuk dekomposisinya. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab rendahnya kadar oksigen terlarut pada massa air lapisan bawah.

Untuk mengatasi masalah kematian massal ikan di Cirata, beberapa cara mungkin bisa ditempuh, seperti mengurangi jumlah unit jaring apung yang ada, menurunkan padat penebaran ikan. Namun demikian kedua faktor ini membutuhkan pengertian dan kerjasama semua pihak, dan juga pengawasan yang ketat. Cara lain yang bisa ditempuh adalah penggunaan pakan ikan yang berkualitas. Pakan ramah lingkungan (environmental-friendly diet) telah berhasil diramu oleh ahli nutrisi Ikan di Universitas Ilmu dan Teknologi Kelautan Tokyo.

Pakan ini dibuat dengan menambahkan asam sitrat atau amino acid-chelated (asam amino yang terikat dengan mineral seperti Zn, Mn dan Cu) sehingga jumlah unsur fosfor yang dilepas ke air menjadi menurun. Dengan menggunakan pakan ikan ini, jumlah unsur fosfor yang tertahan (terakumulasi) di dalam tubuh ikan meningkat sekitar 30% untuk pakan yang ditambahkan asam sitrat atau 16,5% untuk pakan yang disuplementasi dengan amino acid-chelated. Penggunaan pakan ini juga berhasil menurunkan tingkat ekskresi nitrogen oleh ikan, meskipun tidak begitu tinggi.

Khusus untuk masalah polusi amonia yang jauh lebih berbahaya daripada fosfat, baru-baru ini telah dikembangkan strain ikan nila ramah lingkungan melalui pendekatan genetik. Caranya dengan menambah jumlah copy gen pengontrol hormon pertumbuhan ikan nila. Gen yang digunakan adalah berasal dari ikan nila sendiri. Dengan bertambahnya jumlah copy gen ini, aktivitas pertumbuhan jaringan otot ikan meningkat. Dengan kata lain bahwa makanan yang diperoleh sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan sel otot, bukan digunakan sebagai sumber energi. Dengan demikian amonia yang dikeluarkan dari tubuh ikan menjadi menurun, yaitu sekitar 30-40% lebih rendah daripada ikan biasa.

Pada sistem pemeliharaan ikan nila secara tertutup (closed ecological recirculating aquaculture system), jumlah nitrogen yang dilepas oleh ikan ke air mencapai 60% dari total nitrogen yang diperoleh dari makanan. Bila ikan ramah lingkungan ini digunakan, maka jumlah nitrogen yang dikeluarkan dari tubuh ikan ke perairan tersebut bisa dikurangi menjadi 36% dari total nitrogen yang diperoleh dari makanan. Pertumbuhan ikan nila ini juga 2-3 kali lebih cepat daripada ikan nila biasa. Bobotnya bisa mencapai sekitar 1,5 kg dalam waktu 7 bulan. Penambahan jumlah copy gen ini juga telah meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, sekitar 30% lebih tinggi daripada ikan biasa. Dengan karakter-karakter tersebut, maka pemeliharaan ikan ramah lingkungan ini akan baik bagi linkungan dan juga dapat menambah pendapatan petani ikan.

(Sumber : Simposium Nasional Bioteknologi Dalam Akuakultur, Juli 2006)

Dikutip dari :

DKP.go.id

Set Up Gmail for Outlook 2003

To set up your Outlook client to work with Gmail:

  1. Enable POP in your Gmail account. Don't forget to click Save Changes when you're done.
  2. Open Outlook.
  3. Click the Tools menu, and select E-mail Accounts...
  4. Click Add a new e-mail account, and click Next.
  5. Choose POP3 as your server type by clicking the radio button, and click Next.
  6. Fill in all necessary fields to include the following information:
    User Information
    Your Name: Enter your name as you would like it to appear in the From: field of outgoing messages.
    Email Address: Enter your full Gmail email address (username@gmail.com)

    Server Information
    Incoming mail server (POP3): pop.gmail.com
    Outgoing mail server (SMTP): smtp.gmail.com

    Login Information
    User Name: Enter your Gmail username (including @gmail.com)
    Password: Enter your Gmail password


  7. Click More Settings... and then click the Outgoing Server tab.
  8. Check the box next to My outgoing server (SMTP) requires authentication and select Use same settings as my incoming mail server.


  9. Click the Advanced tab, and check the box next to This server requires an encrypted connection (SSL) under Incoming Server (POP3).


  10. Check the box next to This server requires an encrypted connection (SSL) under Outgoing Server (SMTP), and enter 465 in the Outgoing server (SMTP) box.
  11. Click OK.
  12. Click Test Account Settings... After receiving Congratulations! All tests completed successfully, click Close.
  13. Click Next, and then click Finish.
  14. Download the latest updates for Outlook from Microsoft. This will help prevent the most common Outlook errors Gmail users see.

Congratulations! You're done configuring your client to send and retrieve Gmail messages.

Rabu, 19 Desember 2007




BUDIDAYA LELE SANGKURIANG
(Clarias sp.)

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.

Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.

Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah. Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversion Rate).

Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele "Sangkuriang".

Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas.

Tujuan pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah untuk memberikan cara dan teknik pemeliharaan ikan lele dumbo strain Sangkuriang yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Perikanan untuk meningkatkan ketersediaan protein hewani dan tingkat konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan keunggulan lele dumbo hasil perbaikan mutu dan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi, maka lele dumbo tersebut layak untuk dijadikan induk dasar yaitu induk yang dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan telah dilakukan diseminasi kepada instansi/pembudidaya yang memerlukan. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini, diberi nama "Lele Sangkuriang". Induk lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2 6).

Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m - 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat.

Budidaya lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya.

Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumu (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yan sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yan baik untuk pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut:

  1. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air.
  2. pH air yang ideal berkisar antara 6-9.
  3. Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l.

Budidaya ikan lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air.

Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500 m2. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Pada bagian tengah dasar kolam dibuat parit (kamalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pengeluaran air (monik). Parit dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm.

Sebaiknya pintu pemasukan dan pengeluaran air berukuran antara 15-20 cm. Pintu pengeluaran dapat berupa monik atau siphon. Monik terbuat dari semen atau tembok yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian kotak dan pipa pengeluaran. Pada bagian kotak dipasang papan penyekat terdiri dari dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah dan satu lapis saringan. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang dikehendaki. Sedangkan pengeluaran air yang berupa siphon lebih sederhana, yaitu hanya terdiri dari pipa paralon yang terpasang didasar kolam dibawah pematang dengan bantuan pipa berbentuk "L" mencuat ke atas sesuai dengan ketinggian air kolam.

Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk.

Pelaksanaan Budidaya
Sebelum benih ikan lele ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan kolam meliputi:

a.
Persiapan kolam tanah (tradisional)



Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor).



Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).




Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.


Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2.

Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring

Kemudian dilakukan pengisian air kolam.

Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
b.
Persiapan kolam tembok

Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
c. Penebaran Benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
d.
Pemberian Pakan

Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
e.
Pemanenan
Ikan lele Sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.

Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.

Proses Produksi pada kegiatan pembesaran disajikan Tabel 1.

Tabel 1
Proses pembesaran lele Sangkuriang di bak tembok.

Kriteria
Satuan
Pembesaran
Ukuran Tanaman
-
Umur
hari
40
-
panjang
cm
4 - 8
-
bobot
gram
4- 6
Ukuran Panen

-
Umur
hari
130
-
panjang
cm
15 - 20
-
bobot
gram
125 - 200
Sintasan
%
80-90
Padat Tebar
Ekor/m2
50-75
Pakan
-
Tingkat Pemberian
% bobot
3
-
Frekuensi Pemberian
kali/hari
3
Tingkat Konversi Pakan
0,8 - 1,2

Kegiatan budidaya lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.

Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam.

Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.

Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.

Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  • Pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan.
  • Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air.
  • Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak.
  • Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit.
  • Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air).
  • Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK
  • Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik
  • Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru.
  • Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.

ANALISA USAHA
Pembesaran lele Sangkuriang di bak plastik

1.
Investasi
a.
Sewa lahan 1 tahun @ Rp 1.000.000,-
=
Rp
1.000.000,-
b.
Bak kayu lapis plastik 3 unit @ Rp 500.000,-
=
Rp
1.500.000,-
c.
Drum plastik 5 buah @ Rp 150.000,-
=
Rp
750.000,-


Rp
3.250.000,-
2.
Biaya Tetap
a.
Penyusutan lahan Rp 1.000.000,-/1 thn
=
Rp
1.000.000,-
b.
Penyusutan bak kayu lapis plastik Rp 1.500.000,-/2 thn
=
Rp
750.000,-
c.
Penyusutan drum plastik Rp 750.000,-/5 thn
=
Rp
150.000,-


Rp
1.900.000,-
3.
Biaya Variabel


a.
Pakan 4800 kg @ Rp 3700
=
Rp
17.760.000,-
b.
Benih ukuran 5-8 cm sebanyak 25.263 ekor @ Rp 80,-
=
Rp
2.021.052,63
c.
Obat-obatan 6 unit @ Rp 50.000,-
=
Rp
300.000,-
d.
Alat perikanan 2 paket @ Rp 100.000,-
=
Rp
200.000,-
e.
Tenaga kerja tetap 12 OB @ Rp 250.000,-
=
Rp
3.000.000,-
f.
Lain-lain 12 bin @ Rp 100.000,-
=
Rp
1.200.000,-

Rp
24.281.052,63
4.
Total Biaya

Biaya Tetap + Biaya Variabel
=
Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63
=
Rp 26.181.052,63
5.
Produksi lele konsumsi 4800 kg x Rp 6000/kg -Rp 28.800.000,
6.
Pendapatan

Produksi - (Biaya tetap + Biaya Variabel)

=
Rp 28.800.000,- - ( Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63)

=
Rp 2.418.947,37
7.
Break Event Point (BEP)
Volume produksi
=
4.396,84 kg
Harga produksi
=
Rp 5.496,05

Sumber :Buku Budidaya Lele Sangkuriang, Dit. Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya



Budidaya Ikan Bawal (part 2)

PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR

( Colossoma macropomum )

I. PENDAHULUAN

Bawal ( Colossoma macropomum ) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Ikan ini berasal dari Brazil. Pada mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, dagingnya enak dan dapat mencapai ukuran besar, maka masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi. Sebutan lain ikan bawal adalah Gamitama (Peru), Cachama (Venezuela), Red Bally Pacu (Amerika Serikat dan Inggris). Sedangkan di negara asalnya disebut Tambaqui.

Walaupun ketenaran ikan bawal belum dapat disejajarkan dengan komoditas perikanan lainnya, namun permintaan konsumen setiap tahunnya terus meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Maka tak heran, bila dimasa yang akan datang akan menjadi komoditas unggulan seperti jenis-jenis ikan lainnya.

II. BIOLOGI

  • Secara sistematika ikan bawal termasuk kedalam Genus Chacacoid dan species Colossoma macropomum.
  • Badan agak bulat, bentuk tubuh pipih, sisik kecil, kepala hampir bulat, lubang hidung agak besar, sirip dada di bawah tutup insang, sirip perut dan sirip dubur terpisah, punggung berwarna abu-abu tua, perut putih abu-abu dan merah.
  • Ikan bawal banyak ditemukan di sungai sungai besar seperti Amazon (Brazil), Orinoco (Venezuela). Hidup secara bergerombol di daerah yang airnya tenang.
  • Bawal termasuk ikan karnivora, Giginya tajam namun tidak ganas seperti piranha. Makanan yg disukai pada fase larva adalah Brachionus sp., Artemia sp., dan Moina sp.
  • Induk bawal sudah mulai dapat dipijahkan pada umur 4 tahun bila pertumbuhannya normal dapat mencapai berat 4 kg.
  • Pemijahannya terjadi pada musim penghujan.

Kami juga melayani kegiatan magang atau pelatihan tentang teknik perikanan air tawar....silakan menghubungi kami

III. PEMBENIHAN

A. Pemeliharaan Induk

  • Induk-induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 0,5 kg/m2. Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet sebanyak 3 prosen dari berat tubuh ikan dan diberikan 3-4 kali sehari. Menjelang musim hujan jumlah pakannya ditambah menjadi 4 prosen. Induk betina yang beratnya 4 kg dapat menghasilkan telur sebanyak +400.000 butir.
  • Tanda Induk yang matang Gonad.
  • Betina: perut buncit, lembek dan lubang kelamin berwarna kemerahanJantan: perut langsing, warna merah dalam ditubuhnya lebih jelas dan bila diurut dari perut kearah kelamin keluar cairan berwarna putih/sperma.

B. Pemijahan.

  • Pemijahan ikan bawal air tawar bisa dilakukan secara Induced Spawning, caranya induk betina disuntik hormon LHRH-a sebanyak 3 ?g/kg atau ovaprim 0,75 ml / kg . Induk jantan menggunakan LHRH-a sebanyak 2 ?g/kg atau ovaprim 0,5 ml/kg. LHRH-a dilarutkan dalam larutan 0,7 % NaCl.
  • Induk betina disuntik dua kali dengan selang waktu 8-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan penyuntikan kedua 2/3 nya.
  • Induk yang sudah disuntik dimasukkan kedalam bak pemijahan yang dilengkapi dengan hapa. Selama pemijahan air harus tetap mengalir. Pemijahan biasanya terjadi 3 sampai 6 jam setelah penyuntikan kedua.

C. Penetasan

  • Setelah memijah telur-telur diambil menggunakan scope net halus, kemudian telur tersebut ditetaskan didalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi dan water heater dengan suhu 27 - 29oC. Kepadatan telur antara 100 - 150 butir/liter, biasanya Telur-telur akan menetas dalam waktu 16 - 24 jam.

D. Pemeliharaan Larva

  • Larva dipelihara dalam akuarium yang sama, namun sebelumnya 3/4 bagian airnya dibuang. Padat penebaran larva 50 - 100 ekor/liter larva yang berumur 4 hari diberi pakan berupa naupli Artemia, Brachionus atau Moina. Pemeliharaan larva ini berlangsung selama 14 hari. Selama pemeliharaan larva, air harus diganti setiap hari sebanyak 2/3 bagiannya. Setelah berumur 14 hari larva siap ditebar ke kolam pendederan.

E. Pendederan

  • Pendederan ikan bawal dilakukan di kolam yang luasnya antara 500 -1.000 m2. Namun kolam tersebut harus disiapkan seminggu sebelum penebaran benih. Persiapan meliputi pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
  • Setelah itu kolam dikapur dengan kapur tohor sebanyak 50 - 100 gram/m2 dan dipupuk dengan pupuk organik dengan dosis 500 gram/m2. Kemudian diisi air.
  • Bila kolam sudah siap, larva diebar pada pagi hari dengan kepadatan 50 - 100 ekor/m2.
  • Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet halus sebanyak 750 gram/10 ribu ekor larva dengan frekuensi tiga kali sehari.
  • Pemeliharaan di kolam pendederan selama 21 hari.

IV. Penyakit

Penyakit yang pernah ditemukan pada ikan bawal air tawar yang berumur satu bulan antara lain disebabkan oleh parasit, bakteri dan Kapang (Jamur)

Parasit

  • " Ich " Atau " White spot ", biasanya menyerang ikan apabila suhu media pemeliharaan dingin, cara mengatasinya yaitu dengan menaikkan suhu (dengan water heater) sampai kurang lebih 29 derajat Celcius dan pemberian formalin 25 ppm. Pada media pemeliharaannya.
  • Bakteri.

  • Streptococus sp. dan Kurthia sp. cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan antibiotik tetrasiklin dengan dosis 10 ppm.
  • Kapang (Jamur)

  • Jamur ini merupakan akibat dari adanya luka yang disebabkan penanganan ( Handling ) yang kurang hati-hati. Cara mengatasinya dengan menggunakan Kalium Permanganat ( PK ) dengan dosis 2-3 ppm.
  • dikutip dari
    http://bbat-sukabumi.tripod.com/biak.html
    Google